Skip to main content

Aku butuh kamu atau aku ingin kamu?



Setiap hari memang kita tidak jauh dari kebutuhan. Entah itu dinamakan kebutuhan atau keinginan. Namun keduanya sering disama ratakan oleh manusia selaku makhluk produktif maupun konsumtif. Butuh atau ingin? Ini bisa jadi dikotomi hal yang sama-sama dikejar sebagai pemenuhan dari nafsu kita akan sesuatu.

‘Aku ingin begini, aku ingin begitu’ kira-kira salah satu lirik lagu waktu kita kecil kita sering mendengarkannya di opening animasi Doraemon. Ada kata ‘ingin’ disini menunjukkan bahwa manusia menginginkan sesuatu. Memang merupakan hal yang manusiawi ketika manusia menginginkan sesuatu. Artinya dia masih hidup sebagai manusia. Beda sama Malaikat yang tidak menginginkan sesuatu kecuali melaksanakan kewajibannya.

Diantara berbagai hal, justru itu yang menjadi perbincangan kita. Apakah yang kita inginkan menjadi hal yang kita butuhkan? Atau apakah kebutuhan itu merupakan hal yang kita inginkan? Memang ribet emang kalau kita kotak-kotakkan keduanya. Seakan kita yang sebelumnya aman-aman saja tanpa masalah, kini bermasalah akan dua hal tersebut. Repot emang.

Kalau kita punya uang Rp. 50.000 untuk uang makan kita, maka makanan apa yang akan kalian beli? Kita contohkan dengan dua tokoh, si Bambang dan si Susi. Keduanya sama-sama mahasiswa dengan tingkat perekonomian yang cukup berbeda. Bambang ya tergolong mahasiswa yang kalau ngopi saja dia hanya butuh secangkir kopi hitam untuk durasi ngopi berjam-jam. Sedangkan Susi, dia tipe cewek kalau ngopi maka pesannya seperti Janji Jiwa gitu. Udah paham kan perbedaan keduanya. Nah, kembali ke challenge awal, tentang uang Rp. 50.000, kalau untuk makan mau dialokasikan untuk apa? Bambang mengalokasikannya untuk beli kebutuhan makan seperti beras, minyak goreng, lauk pauk, dan sebagainya. Keperluan logistik untuk beberapa hari kedepan di kos hehe. Tapi berbeda dengan Susi, dia mengalokasikannya dengan pergi ke Recheese Factory untuk makan ayam yang level pedasnya mencapai level lima. Karena Susi ya gitu, sangat suka sama makanan-makanan pedas.

Dari contoh kasus dua orang ini, maka kita ketahui bahwa Bambang dan Susi cukup berbeda dalam pemenuhan nafsunya untuk makan. Sebelumnya kita sepakat bahwa ‘makan’ tentunya merupakan suatu kebutuhan yang memang harus kita penuhi. Gak makan nanti lapar, nanti sakit, nanti ah sudahlah. Kecuali bagi mereka yang puasa. Ini ada perbedaan tertentu. Tapi kalau semua manusia butuh yang namnya makan, jenis makanan bisa kita kategorikan dengan keinginginan. Bambang dan Susi memang sama-sama lapar. Tapi eksekusi keduanya berbeda. Bambang tahu kalau dirinya lapar, tapi tetap berpikir kalau uangnya Rp. 50.000 bila dialokasikan untuk kebutuhan makan seperti sembako maka dia akan bertahan beberapa hari. Karena dia bisa masak banyak. Namun Susi ketika membeli makanan di Recheese, sekali makan sudah terpotong lebih dari separuh uangnya. Ya oke, dia bisa makan yang enak banget. Pedesnya dapat, ayamnya juga dapat. Sedangkan Bambang kan tetap dapat makan dengan lauk yang sederhana. Namun Susi tidak bisa beli Recheese untuk kedua kalinya esok harinya. Toh uangnya sudah dipakai beli Recheese dengan harga yang mahal.

Dari sini sudah terbaca ya mana yang namanya kebutuhan dan keinginan. Kalau namanya kebutuhan tentu harus harus dipenuhi terdahulu. Namun bukan berarti kita tidak boleh memenuhi keinginan, itu bisa dilakukan setelah apa yang kita butuhkan terpenuhi. Letak permasalahannya adalah kebanyakan orang tidak mampu membedakan mana kebutuhan dan keinginan. Kita seringkali mendahulukan keinginan daripada kebutuhan. Hasilnya nanti ktia bakal merasa susdah dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan selanjutnya. Kalau rasa keinginan mendominasi justru bisa jadi rasa konsumtif kita lebih tinggi. Tapi kalau rasa kebutuhan yang lebih tinggi, justru bisa saja sifat produktif akan terus terpenuhi.

Mau contoh lain? Seperti halnya dalam pendidikan. Mungkin kita udah pada ngerasa bosan terhadap perihal dunia pendidikan yang itu-itu aja. Kita sudah bosan dengan baca buku sebagai salah satu peningkatan dunia literasi. Kita juga sudah sering asyik dengan dunia digital seperti smartphone. Banyak dari kita lebih memilih suka baca status teman, suka bikin status yang biar bisa dapat pamor lebih, suka baca postingan Lambe Turah, eh. Hal-hal seperti ini tidak salah loh sebelumnya pemirsah. Yang salah itu justru karena menjadi kebiasaan yang hanya untuk memenuhi keinginan sesaat, yaitu pamer eksistensi. Padahal kalau seimbang, antar kebutuhan dan keinginan nantinya bakal menghasilkan hal yang produktif juga eksis.

Jadi gimana, aku termasuk kebutuhanmu atau keinginanmu? :D

Comments

Popular posts from this blog

Ada si Cinta di Al-Amien Prenduan :D

Masjid Jami' Al-Amien Prenduan Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh! Dalam post kali ini saya bukan bermaksud untuk hanya mengenalkan Al-Amien Prenduan saja. Melainkan saya juga akan mengenalkan bagaimana karakter itu dibentuk dari sistem pendidikan. Ya itung-itung juga ada kaitannya dengan Al-Amien Prenduan. Tempat yang mana pernah penulis singgah beberapa tahun lalu. Karena si cinta ada disini, dan saya menuliskannya :) -Al-Amien Prenduan? kok bisa ada tempat seperti itu? Biar jelas dan pengen tahu sejarahnya sekilas bisa cek  di sini . :) -Kenapa penulis sekolah di Al-Amien Prenduan? Sebenarnya sih awal mula dulu sejak lulus SD, saya gak mau mondok. Ya mau sekolah di luar pada umumnya. Tapi Abi sendiri gak seutuju. Jadi saya pada saat itu ya di kelabuhi Abi yang mana saya diajak jalan-jalan wisata dan pada akhirnya diajak jalan ke Al-Amien Prenduan. Ya mana tahu kalo itu adalah pondok. Saya cuma liat-liat aja, cuek. Tapi lumayan tempatnya, adem. Disamping ...

Cerita Semalam

Indonesian x Malaysian Tibalah dipenghujung tahun ini, banyak hal terjadi. Banyak perasaan dikorbankan, banyak harapan diperjuangkan, banyak pengalaman layak untuk diceritakan. Kita bukan lah pembuat skenario atau cerita-cerita ini. Kita hanyalah tokoh yang memainkan peran masing-masing menurut apa yang diarahkan oreh sutradara terbaik dari yang terbaik, yaitu Allah. Protagonis, antagonis, melankolis, dramatis, dan berbagai unsur-unsur cerita lainnya turut mewarnasi cerita. Seperti cerita yang begitu saja tak terasa larut dalam waktu. “Sudah disiapkan passport -nya Qif?” “Aman bar.” Nanti kita berangkat bareng ke Bandara Juanda jam 03.00 WIB, biar gak telat keberangkatan pesawatnya.” “Okesiap.” Segala barang perlengkapan tengah disiapkan. Kantuk tiada lengah untuk ditahan. Bertahan hingga waktunya tiba berangkat ke Banda Juanda bersama Albar via Grab-car . Hingga tiba waktunya, kami pun berangkat bersama dari UINSA ke Bandara Juanda untuk melakukan boarding ...

ANIME & TSIQQIF (IYKWIM)

Rias Gremory Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh!   Kali ini belum ada ide mau post apa yah. Yang ada cuma anime. kebetulan aja sih lagi hobi-hobinya berduaan sama anime. makanya saya nulis. Post kali ini saya buat karena ada beberapa pertanyaan dari teman-teman. Mereka menayakan “kenapa kok suka sama Anime?” pokoknya pertanyaan tersebut menjastis saya keheranan kali ya terhadap hobi saya yang Cuma mantengin kartun yaah yang gimana gitu (katanya) ???!!! twit dan dm ig dari teman Oke kita mulai  . . . First: Saya emang suka nonton kartun sejak kecil. Memang namanya aja masa kanak-kanak jelas identik dengan tontonan yang kaitannya dengan kartun. Sehingga menutrsi otak mereka untuk lebih berimajinasi. Dan saya juga gitu dulu. Jelas. Saya inget sekali kartun pertama yaitu Spongebob. Saya juga masih inget di chanel Lativi dulu saya tonton tiap hari noh Sponge-kuning. Setelah itu muncul berbagai kartun lainnya, Jimmy Neutron, BEN 10, Danny Phantom, d...