Skip to main content

Seandainya; Refleksi di Sepertiga Malam




Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Berbicara masa lalu itu tentang perasaan. Berbicara masa lalu itu juga tentang kenangan. Berlalu tanpa kita sadari dan berlalu tanpa kita ‘ketahui’ pernah melewati masa bersamanya.

Seandainya . . .

Dilahirkan dari keluarga kerajaan atau keluarga dengan harta berlimpah, hidup tidak akan sesusah ini. Kita butuh sandang, ada. Kita butuh pangan, banyak. Apalagi kita butuh papan, berdiri megah dengan segala fasilitasnya. Sejak dilahirkan sudah dimanja hingga menempuh pendidikan tinggi pun mudah. Karena segalanya bukan tentang harta, tapi segalanya butuh harta. Katanya sih begitu.

Nyatanya, memang benar seperti itu tapi juga tidak seratus persen salah. Dipungkiri pun tak bisa. Harta menjadi segala-galanya sekarang. Gak punya harta, gak bisa  makan. Gak punya harta, gak bisa pakai baju keren. Gak punya harta, gak punya kuota internet.  Gak punya harta pun, tulisan ini tidak mungkin bisa kalian baca saat ini. Lalu, apakah harus kita memiliki harta?

Seandainya . . .

Dilahirkan dengan fisik dan batin yang nyaris sempurna tanpa sedikitpun cacat. Maka hidup seakan nyaman karena masyarakat dan sosial memberi respon kagum pada kita. Yang lelaki ganteng, ideal, sholeh, serta ramah. Begitupun wanita, cantik, anggun, santun, sholihah dsb. Bukan kah mereka yang seperti itu yang menaklukkan pandangan masyarakat terhadapnya? Sehingga menaruh perasaan pada mereka? Disayang pun senang hati ini.

Nyatanya, kasih sayang memang diperuntukkan pada mereka yang punya nilai lebih, secara kasatmata. Baik fisik dan prestasi. Apalagi dalam dunia entertainment, kalau pun ada audisi, fisik dan tampilan oke ya lolos. Juga dunia percintaan, mereka yang cantik dan ganteng saat ini tidak mungkin bukan mustahil tidak ada yang tidak menyukai. Jelas kasih sayang bertaburan pada mereka. Kalau gitu, apakah suatu tuntutan untuk me-remake caiptanaan-Nya demi kasih sayang?

Seandainya . . .

Dilahirkan sebagai tuhan. Menghendaki atas segalanya. Dipuja-dipuji oleh seluruh makhluknya. Apa yang kurang? Tidak ada. Amat sangat tidak ada yang kurang bagi tuhan. Tuhan sudah memiliki sifat sempurna yang paling sesempurna mungkin. Apakah masih butuh makhluknya untuk sekedar dibela ketika ketetapannya dilecehkan? Sepertinya tidak. Semua sudah diatur sebaik-baiknya tanpa ada kesalahan. Tidak menginginkan tapi sudah jauh diwujudkan lebih dari rasa dan hasrat ingin itu muncul. Lalu apa? Boleh menjadi tuhan?

Nyatanya, makhluknya tuhan kini berlomba menyerupai tuhan. Ambisi, obsesi, ego dsb menjadi motivasi tersendiri untuk menyerupai tuhan yang memiliki segalanya. Tiada kemusyrikan bila dilihat dari kerja keras dan ambisinya. Namun kesalahan ada pada tingkat keimanan yang nyaris bahkan nol. Bukan kah ini lebih baik dari pengemis yang hanya mengeluh dan meminta? Namun tidak menyalahkan pada tingkat keimanan pengemis. Kita berbicara realistis bahwa, kerja, ambisi, dan hasil adalah segalanya dalam mendapatkan dunia dan seisinya?

Namun Ada Masa Depan.

Yang lalu biarlah berlalu, dan ucapkan selamat datang pada masa selanjutnya. Kalau berbicara realita, apalah kita yang terlahir dari keluarga yang kurang mampu, gagah pun tidak, jelek sih iya. Diacuhkan teman, masyarakat pun juga. Apalagi kekasih?

Jijik iya. Hingga serasa hidup gini-gini aja tanpa kasih sayang yang cukup dan harta untuk bertahan hidup. Kalau sudah hidup seperti ini, apakah nantinya masih diberi suatu masa untuk menikmati suatu ni’mat dari tuhan?

Secara kasatmata pun dari berbagai aspek kehidupan, tak ada hal yang patut dibanggakan. Hanya ada kata kebencian yang dilontarkan alam. Hanya ada satu, iman yang masih disimpan dan tidak akand dibuang. Apakah modal ini cukup untuk menghadapi masa depan? Tentu. Iman atau keyakinan adalah relasi penghubung dengan sang pemilik alam, yakni tuhan. Lebih dari amat sangat cukup bukan, karena sudah memiliki sang pemilik alam? Pilih alam atau sang pemiliknya? Tentukan sendiri.

Namun, amat sangat disayangkan juga. Karena ketika pada masanya seseorang yang dulunya tidak memiliki apapun kecuali iman lalu ketika pada masanya memiliki segalanya, mereka kehilangan iman dan cinta tuhannya. Tragis.

Tiada mengubah masa depan kecuali doa dan ridha tuhannya. Tidak bisa menyalahkan masa lalu yang penuh kekurangan, karena semua itu sudah berlalu. Justru masa depan apa yang harus dijemput. Apalagi yang dilakukan selain berdoa semoga lebih baik dan tentunya diberikan ketetapan hati pada tuhannya.

Sudahi ber-andai-andai tentang masa lalu. Tapi boleh lah ber-andai-andai bagaimana masa depan antum sekalian.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ada si Cinta di Al-Amien Prenduan :D

Masjid Jami' Al-Amien Prenduan Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh! Dalam post kali ini saya bukan bermaksud untuk hanya mengenalkan Al-Amien Prenduan saja. Melainkan saya juga akan mengenalkan bagaimana karakter itu dibentuk dari sistem pendidikan. Ya itung-itung juga ada kaitannya dengan Al-Amien Prenduan. Tempat yang mana pernah penulis singgah beberapa tahun lalu. Karena si cinta ada disini, dan saya menuliskannya :) -Al-Amien Prenduan? kok bisa ada tempat seperti itu? Biar jelas dan pengen tahu sejarahnya sekilas bisa cek  di sini . :) -Kenapa penulis sekolah di Al-Amien Prenduan? Sebenarnya sih awal mula dulu sejak lulus SD, saya gak mau mondok. Ya mau sekolah di luar pada umumnya. Tapi Abi sendiri gak seutuju. Jadi saya pada saat itu ya di kelabuhi Abi yang mana saya diajak jalan-jalan wisata dan pada akhirnya diajak jalan ke Al-Amien Prenduan. Ya mana tahu kalo itu adalah pondok. Saya cuma liat-liat aja, cuek. Tapi lumayan tempatnya, adem. Disamping ...

Cerita Semalam

Indonesian x Malaysian Tibalah dipenghujung tahun ini, banyak hal terjadi. Banyak perasaan dikorbankan, banyak harapan diperjuangkan, banyak pengalaman layak untuk diceritakan. Kita bukan lah pembuat skenario atau cerita-cerita ini. Kita hanyalah tokoh yang memainkan peran masing-masing menurut apa yang diarahkan oreh sutradara terbaik dari yang terbaik, yaitu Allah. Protagonis, antagonis, melankolis, dramatis, dan berbagai unsur-unsur cerita lainnya turut mewarnasi cerita. Seperti cerita yang begitu saja tak terasa larut dalam waktu. “Sudah disiapkan passport -nya Qif?” “Aman bar.” Nanti kita berangkat bareng ke Bandara Juanda jam 03.00 WIB, biar gak telat keberangkatan pesawatnya.” “Okesiap.” Segala barang perlengkapan tengah disiapkan. Kantuk tiada lengah untuk ditahan. Bertahan hingga waktunya tiba berangkat ke Banda Juanda bersama Albar via Grab-car . Hingga tiba waktunya, kami pun berangkat bersama dari UINSA ke Bandara Juanda untuk melakukan boarding ...

ANIME & TSIQQIF (IYKWIM)

Rias Gremory Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh!   Kali ini belum ada ide mau post apa yah. Yang ada cuma anime. kebetulan aja sih lagi hobi-hobinya berduaan sama anime. makanya saya nulis. Post kali ini saya buat karena ada beberapa pertanyaan dari teman-teman. Mereka menayakan “kenapa kok suka sama Anime?” pokoknya pertanyaan tersebut menjastis saya keheranan kali ya terhadap hobi saya yang Cuma mantengin kartun yaah yang gimana gitu (katanya) ???!!! twit dan dm ig dari teman Oke kita mulai  . . . First: Saya emang suka nonton kartun sejak kecil. Memang namanya aja masa kanak-kanak jelas identik dengan tontonan yang kaitannya dengan kartun. Sehingga menutrsi otak mereka untuk lebih berimajinasi. Dan saya juga gitu dulu. Jelas. Saya inget sekali kartun pertama yaitu Spongebob. Saya juga masih inget di chanel Lativi dulu saya tonton tiap hari noh Sponge-kuning. Setelah itu muncul berbagai kartun lainnya, Jimmy Neutron, BEN 10, Danny Phantom, d...