Assalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh
Ceritanya Haza kemarin curhat.
Malem setelah isya dia ngajak untuk ketemuan di warung kopi. Kami pun bertemu.
Entah pada pertemuan kali ini ada yang beda dari dia. Terlihat sumringah
daripada biasanya. Pun kali ini dia yang ngajak dan bayarin kopiku.
“Ada apa Haza?” tanyaku.
“Aku lagi seneng nih. Seneng
banget.” Jawabnya.
“Seneng sama aku? Atau seneng sama
cowo lain?” godaku.
“Hahaha uluuh kok tau sih kalo aku
seneng sama kamu. Mau gak jadi pacalku?” katanya.
“Halah. Moh.” Jawabku
menolak. Iyalah ku tolak mana ada dia serius sama aku. Wong dia
seringnya gurau tok. Kayak gak ada yang bisa dianggep serius
kalo dia ngomong.
“Yah aku sakit. Gak nyesel ta kamu
nolak aku yang anggun ini?” jawabnya lagi. Emang iya sih dia cantik, manis,
asyik. Tapi kan kalau hati berkata tidak yasudah.
“Bodoamat!” Balasku mencukupkan
percakapan unfaedah.
Setelah muqaddimah dari musyawarah ini
dicukupkan, Haza pun memulai ceritanya. Dia memulai dengan seruput kopi, eh
salah, pop ice rasa
coklat nya.
“Jadi gini . . . aku keterima beasiswa
ini dengan jumlah total yang masyaallah deh pokoknya. Kamu tau
gak bagaimana proses seleksiannya? Ribet bin tidak tertulis. Untuk
berkas-berkas ya seperti biasanya. Tapi ini para peserta harus dateng langsung
ke lokasi, lalu setiap peserta harus presentasi dengan sejumlah pertanyaan juga
dilontarkan para penguji seputar materi. Dan materinya itu meliputi berbagai
referensi mulai yang berbahasa Indonesia, Inggris hingga Jerman. Pusing
pokoknya. Emang gabisa dipungkiri kalo ikut beasiswa ini. Harus ‘paham’ deh dan
sesuai dan gabisa di monopoli datanya. Jadi ketahuan mana yang layak dan
tidak.” Cerocos panjang si Haza
Sebenarnya sangat kaget mendengaar
ceritanya. Tapi aku jaim menyambut prestasinya. Padahal ya
seneng dengernya walau bukan aku yang dapat beasiswanya. Namun ada rasa bingung
setelah mendengar ceritanya. Kok bisa Haza seperti itu? Perasaan dia . . .
Maaf loh ya bukan maksud
meremehkan. Karena Tuhan pun tidak pernah meremehkan potensi hamba-hambanya.
Tapi kita berbicara secara objektifikasi-subjek. Bahwasanya Haza ini tidak
terlalu baik dalam bahasa inggris, apalagi bahasa Jerman. Bahkan untuk
masalah public speaking, Haza tipe demam panggung. Walau Haza
itu cerewet, proaktif dalam bercanda bukan berarti di depan umum, berdiri
sendiri untuk bercerita apalagi presentasi itu berani? Sekali lagi loh ya,
bukan nya meremehkan. Tapi pertanyaan terdalam, apa yang dilakuin Haza selama
ini? Kok?
“Ini gak salah dengar kan Haza?”
tanyaku heran.
“Kan gak percayaan. Nyesel kamu gak
dapetin aku hiihihi.” Godanya lagi.
“Lah? Bodoamat.” Terangku lagi.
“Hahaha. Aku cerita ya. Gini loh .
. . “ cerocos Haza dengan nada cukup tegas. Sengaja gak dituliskan ceritanya
karena panjang. Jadi cukuplah tak kasih poin dan apa yang Haza lakukan.
Dilihat dari ceritanya Haza, ini
sangat menjadi motivasi. She got from zero to hero. Bagaimana
tidak, pada masa jauh-jauh hari, sekitar dua bulan Haza menyiapkan segalanya.
Demi apa? Demi Orang tuanya. Haza termasuk salah satu anak dari sekian anak
gadis yang dimanjakan oleh orang tuanya. Tapi ia berbeda. Ia tidak ingin
dimanja pada usianya yang dewasa ini. Entah mengapa kok baru
bulan-bulan ini dia berubah. Apakah hidayah? Sepertinya sih iya.
Sejak Haza mengetahui info seputar
beasiswa itu, Haza mulai mengokohkan niatnya dan mulai berproses. Prosesnya
juga pun ternilai “kebakaran” alias membara. Dimulai dengan bahasa. Haza mulai
menghafal kosa kata Inggris dan mempraktekkan dalam kalimat-kalimat. Banyak
teman-temannya yang nyinyir kalau Haza sok ke bule-an.
Tapi Haza terus saja menghafal dan mempraktekkan. Malah Haza juga menonton
Drama Korea (Drakor) kesukaannya dengan mendownload yang subtitle bahasa
Inggris. Biar apa katanya?
“Biar Oppa ku,
serasa jadi Drama Hollywood. Hiihihi” Ujarnya.
“Gak nyambung non -_-“
Intinya Haza memperbanyak berkomunikasi
dan bertemu dengan yang berbau bahas Inggris. Begitupun dengan yang bahasa
Jerman. Setiap hari Haza membagi dua waktu berbahasa. Pagi bahasa Jerman, malam
berbahasa Inggris. Gak yakin nih kalau dia kayak gitu? Nyatanya dia berhasil.
Selain dalam hal bahasa dia juga
melatih skill speaking nya di depan cermin kamar kosnya.
Setiap sebelum istirahat malam, dia sempatkan satu jam untuk bermonolog dan
berpidato dengan menggunakan kosa kata bahasa Inggris dan bahasa Jerman yang ia
pahami sebelumnya. Ditambah, dia mendapatkan kosa-kata bahasanya dari buku dan
referensi dalam bentuk bahasa Inggris dan Jerman. Bukan kah seperti ini,
menyelam sambil minum air? Sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui? Benar.
Selain kosa-kata yang bertambah, juga isi dan informasi dia dapatkan untuk
menambah wawasannya.
Belum yakin, masa iya Haza bisa
seperti itu dalam sekejap? Enggak juga sih. Kata siapa sekejap? Dia
menghabiskan waktu sekitar dua bulan lebih kurang seperti itu. Bukan kah waktu
yang amat sangat cukup untuk berubah? Power Ranngers aja
berubah sekeja. Hulk pun begitu, Kenapa tidak bisa dalam
jangka waktu berbulan-bulan seperti yang Haza lakuin?.
Pertanyaan selanjutnya, yakni
apakah Haza continue atau Istiqomah dalam
menjalaninya?. Dia menjawab, itu yang paling berat. Kalau Cuma belajar bahasa
dan speaking itu mudah. Tapi berterus menerus nya itu sulit
baginya. Lantas dia pun selalu berdoa di setiap ibadahnya. Berdoa untuk diberi
ketetapan hati yang kuat untuk motivasi dan usahanya. Nah ini dia yang juga
jadi nilai plus untuk Haza. Selain usaha, dia tidak melupakan
Penciptanya. Malah dia terus mengadua agar diberi kekuatan dan kesempatan untuk
membahagiakan orang tuanya dengan adanya beasiswa itu. Setidaknya meringankan
beban orang tua. Jadi, Haza ekstrem dalam ibadahnya
juga. Tahajud ia gemborkan, sedekah ia perbanyak di setiap
kesempatan, dhuha ia pastikan untuk memulai hari-harinya dan ibadah-ibadah yang
lain. Dua kata dariku untuk temanku, Haza. “Masyallah Subhanallah.”
Dan pada hari H, it was #HazaDay. Haza sudah mati-matian menyiapkan semaksimal mungkin. Dia pun gugup pada saat di luar ruangan seleksi performnya. Pesertanya kalau gak salah katanya 103 mahasiswa se provinsi dan kelolosan hanya diambil 10 persen. Tepatnya 10 orang. Haza pun bagian dari 10 orang tersebut dengan peringkat ke 6 dari 10. bukan kah itu udah cukup membuktikan bahwa Haza disayangi oleh Tuhannya?
Dan pada hari H, it was #HazaDay. Haza sudah mati-matian menyiapkan semaksimal mungkin. Dia pun gugup pada saat di luar ruangan seleksi performnya. Pesertanya kalau gak salah katanya 103 mahasiswa se provinsi dan kelolosan hanya diambil 10 persen. Tepatnya 10 orang. Haza pun bagian dari 10 orang tersebut dengan peringkat ke 6 dari 10. bukan kah itu udah cukup membuktikan bahwa Haza disayangi oleh Tuhannya?
Dari sini udah menjelaskan semua.
Bahwa memang salah meremehkan Haza. Bukan Cuma Haza sih, tapi semua
manusia. Salah meremehkan potensi manusia sebagai sebaik-baiknya ciptaan-Nya.
Tuhan aja yang Maha Segalanya tidak meremehkan kok kitanya yang malah
meremehkan. Dosa gak? Ya dosa sih wkwkw. Sama seperti kubu-kubu yang saling
bersebalahan. Satu sama lain saling merehkan dan tidak bersyukur dengan apa
yang ia yakini. Mbok ya cerdas lah jadi pendukung :D
Loh kok malah cerita itu. Balik
lagi pad Haza. Versiku setelah Haza menceritakan kerja kerasnya, mungkin
kesimpulannya adalah 100 (seratus) persen alias maksimal. Haza memaksimalkan
potensi yang ada dan membagi rata usaha dan doanya. Kalau boleh dibagi yakni,
50 persen untuk persentase usaha dan doa juga 50 persen. Sebenarnya sih ada
juga yang bilang untuk 80-90 persen doa, dan 10 persen usaha. Ya gak salah sih.
Cuma terlihat meremehkan dan banyak bohongnya toh kalau Cuma 10 persen usaha
walaupun ya baik dalam doa sangat menggantungkan pada Tuhannya. Jadi kalau
menurutku aja sih (gakk percaya ya gapapa toh wkwk) pukul rata fifty-fifty baik
dalam usaha dan doa. berusaha semaksimal mungkin, dan jangan lupakan berdoa
agar diberi keistiqomahan dan keberuntungan yang sukses. Oya soal
keberuntungan, berdoalah agar diberi keberuntungan dan kesuksesan selalu.
Karena namanya beruntung toh itu pasti sukses dan begitupun sebaliknya. Seperti
apa kata Mbah D. Zawawi Imran, sastrawan senior asal
Batang-Batang, Sumenep, Madura. Yakni “mun terro pojhura, pasemmak ka se
andhi’ pojhur.” Artinya: kalau ingin beruntung maka mendekatlah pada
yang memiliki keberuntungan. Siapa dia? Ya Tuhan. Perdekat pada Tuhan.
Wassalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.
NB: Maaf tidak pasang foto si
Haza ataupun ngasih tau nama beasiswanya. Intinya ya undzur maa qaala.
lihat dan baca isinya.
Comments
Post a Comment